TAQWA-NYA TUH DISINI, DIDALAM HATIKU
Kaos Dakwah – Apa yang dimaksudkan Rasulullah ialah taqwa itu tempatnya di lubuk hati, bukan di ujung lidah, sebab apa yang diucapkan oleh lidah belum tentu sama dengan apa yang bersemayam di hati.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (HR. Muslim)
Ibnu Daqiq Al ‘id -rahimahullah- menjelaskan
Maknanya, amalan dhohir (yang tampak) belum tentu dapat menghasilkan ketaqwaan, namun ketaqwaan itu adalah apa yang terdapat di dalam hati dari pengagungan, khasy-yah (rasa takut yang disertai pengagungan), mendekatkan diri kepada Allah dan hati yang merasa diawasi Allah ta’ala yaitu dengan menyadari bahwa Allah melihat dan meliputi segala sesuatu. Dan makna melihat hati-hati kalian –wallahu a’lam- adalah melihat harapan dan persangkaan, dan hal itu semua dilakukan dengan hati.
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk, maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati” (HR. Bukhari)
Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah- mengatakan: “Taqwa kepada Allah ta’ala itu letaknya di hati, jika hatinya bertaqwa maka anggota badannya juga.”
Hadist ini bermaksud segala amal lahiriah manusia harus diliputi taqwa, bertempat di lubuk hati, seperti meninggikan syi’ar agama Allah, menyimpan perasaan takut kepada Allah, menjaga diri dari kemurkaan-Nya.
Kata taqwa mengandung pengertian yang berbeda-beda di kalangan ulama. Namun semuanya bermuara pada satu pengertian, yaitu seorang hamba melindungi dirinya dari kemurkaan Allah ‘Azza wa Jala dan juga siksa-Nya. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang-Nya.
Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Asal taqwa adalah seorang hamba membuat pelindung yang dapat melindungi dirinya dari hal-hal yang ditakuti”.
Ketaqwaan seorang hamba kepada Rabbnya adalah dia melindungi dirinya dari hal-hal yang dia takuti, yang datang dari Allah berupa kemurkaan dan adzab-Nya, yaitu dengan melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.
Hasan al-Bashri berkata,
“Sifat taqwa tetap melekat pada diri orang-orang yang bertaqwa selama mereka meninggalkan perkara-perkara yang halal karena mereka takut terjerumus kedalam perkara-perkara yang haram”
Kaos Distro – Termasuk Taqwa yang sempurna adalah melakukan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal yang diharamkan dan syubhat. Dan kadangkala termasuk di dalamnya juga melakukan hal-hal yang mandub (sunnah) dan meninggalkan yang makruh (tidak disukai).
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata, at taqwa adalah meninggalkan yang diinginkan oleh hawa nafsumu karena engkau takut (kepada Dzat yang engkau takuti).”
Sementara itu Ibnu Qayyim rahimahullah menyatakan,
“Hakikat Taqwa adalah menaati Allah atas dasar iman dan ihtisab, baik terhadap perkara yang diperintah ataupun yang dilarang. Maka, dia melakukan perintah itu karena imannya terhadap yang diperintahkan-Nya dan disertai dengan pembenaran terhadap janji-Nya, dan dengan imannya itu juga ia meninggalkan yang dilarang-Nya dan takut terhadap ancaman-Nya.”
Derajat ketaqwaan seseorang itu bertingkat tingkat. Ada yang sudah bisa sampai menjauhi hal – hal yang mubah karena takut syubhat, ada yang baru bisa sampai menjauhi hal – hal yang makruh. Yang paling rendah, menjauhi hal – hal yang haram, walaupun masih belum bisa menjauhi hal – hal yang makruh apalagi yang mubah. Maka bersyukurlah bagi yang telah mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari yang lain dan bersungguh-sungguhlah untuk terus menjaga taqwa hingga ajal menjemput dengan minta pertolongan kepada Allah ta’ala.
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (At Taghobun : 16)
Post A Comment:
0 comments: